Resensi buku drama
RESENSI BUKU DRAMA
Judul Buku : Lima Naskah Drama Pilihan
Judul Drama :
I TOLOK (pengarang Rahman Arge)
SAMINDARA (pengarang Asar Paturusi)
PARA KARAENG (pengarang Fahmi Syariff)
LA DOMAI – ITENRIAWANI ( pengarang A.M Mochtar)
TO’DO’PULI(pengarang Yoshistira SKT)
Penerbit :Dewan Kesenian Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin
Tahun Terbit : Agustus 2003 (cetakan pertama)
Jumlah halaman : xii + 280 halaman
Ukuran Buku : 15 X 21 cm
Pencatak : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin
Kampus Unhas Tamalenrea, Jl. Perintis Kemerdekaan , Telp. & Fax. 0411-586101 Makassar E-mail: lephas@indosat.net.id
Desain sampul : Basuki Hariyanto & Mulyawan Ghalib
Buku ini menceritakan tentang sebuah drama yang berasal dari Makassar terutama dalam Suku Bugis. Drama-drama yang di tulis menceritakan kehidupan masalalu di Makassar. Misalnya Drama “I TOLOK” menceritakan tentang keberanian seseorang bernama I Tolok yang melawan penjajah Belanda yang datang ke Makassar. Lalu tentang “SAMINDARA”, drama ini menceritakan sebuah kerajaan yang sedang dilanda musibah dan harus menyingkirkan 2 anak kembar dari raja dan ratu agar musibah itu berhenti dan mereka terhindar dari penyakit. Namun mereka berdua di asingkan ke tempat yang berbeda hingga bertahun-tahun.
Kemudian tentang “PARA KARAENG” drama ini berkisah tentang pertarungan kekuasaan dikerajaan kembar di Gowa-Tallo. Lalu kisah “LA DOMAI – ITENRIAWANI” tentang sebuah 2 kerajaan yang akan menjodohkan anaknya untuk menyelamatkan kerajaan. Namun sang putri menolak perjodohan itu, karena ia sudah menyukai sesorang. Namun pangeran tetap memaksa puti untuk menikah dengannya. Akhirnya pangeran bertarung dengan pujaan hati sang putri dan lelaki yang dicinta oleh putri meninggal, lalu sang putrid memutuskan untuk bunuh diri. Drama “TO’DO’PULI” menceritakan tentang para elaut dari dua kerajaan yang memperebutkan wilayahnya untuk menghidupi dan memjukan kerajaan.
Dari kisah-kisah tersebut berisi tentang kehidupan maslalu di Makassar. Disana terlihat bahwa dramanya sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang. Selain itu drama tersebut memiliki bahasa-bahasa yang indah penuh dengan kiasan.
Buku ini jika di kisahkan dalam sebuah penampilan drama akan masuk dalam genre sejarah. Namun dalam buku ini memiliki syair-syair zaman dulu berasal dari Makassar tentunya, juga memiliki lagu-lagu dari Makassar.
Adapun penulis penulis daram di buku ini antaralain Rahman Arge, Asar Paturusi, Fahmi Syariff, A.M Mochtar dan Yoshistira SKT, mar kita bahas satu persatu latar belakang penulis. RAHMAN ARGE , lahir di Makassar,17 Juli 1935. Pernah menjadi ketua Persatuan wartawan Indonesia (PWI) Sulsel, Dewan Kesenian Makassar (DKM), Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Sulsel, dan Persatuan Ertis Film Indonesia (Parfi) sulsel. Mantan anggita Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel dan Dewan perwkilan Daerahh (DPR) Pusat ini aktifmenulis puisi, cerpen,esai,kiritik film dan naskah drama. Puisi-puisinya antaralain terhimpun dalam “ Ulat Bosnia” dan “Jalanan Tiga Orang”. Cerpenya “ langkah-langkah dalam gerimis” difilmkan dalam judul “ Jangan Renggut cintaku” yang juga ikut dibintanginya dan kemudian mengahilkan Piala Citra untuknya sebagai Pemeran Pembantu Pria Terbaik dalam festival Film Kompas, Sinar Harapan< fajar< dan Pedoman Rakyat. Naskah dramanya antara lain “ Pembenci Matahari”, “opa”, “Kenduri” “sang Mandor” , “Somba Opu”, dan “I Tolok”. Kemudian ANDI SOFYAN PATRUSURI yang dikenal dengan nama Aspar Patrusuri, lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 10 April 1943. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda pada Fakultas Sastra Universetas Hasanuddin. Kini tinggal di Jakarta serta aktif bermain sinetron dan film . pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Makassar (DKM) , Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Pusat, dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Naskah dramanya pertama kali dipentaskan tahun 1959. Sejak itu karya-karyanya brupa puisi, esai dan naskah drama/teater terus lahir. Pada mas awal karyanya banyak dipublikasikan oleh RRI Makassar, Surat Kabar Mimbar Indonesia, Sinar Harapan, Kompas dan pedoman Rakyat. Aspar juga menulis novel, yaitu “Arus” (pemenang saimbara penulisan romanDKJ1976), “pulau” (1976), “ Kampung ai Epn” (cerita anak-anak,1977),”Hlangnya Sayap si Tikus”. Buku puisinya antara lain “ Sukma Laut “. Naskah dramanya antara lain “ perahu Nuh II”, “JIhadunnafsi”, dan “Duta Perdamaian”. Naskah drama “Samindara” adalah pemenang saembara penulisan naskah drama. Lalu FAHMI SYARIFF Dilahirkan 23 Mei 1947 di Ponre, Gantarang, Bulukumba. Kini ketua II DKM dan Dosen di Fakultas Sastra UNHAS. pertama kali menulis drama “Dendam dan Korban” sebuah tragedy bersimbah darah, karena tidak pernah diajak main oleh gurunya saat di SMA (1964-1967). Belajar teater di ISNM (Ikatan Seniman Budyawan Muhammadiyah) Bulukumba, di Latamausandi. Dan di teeter makasar. Dalam festifal teter menerima piala calon pemain utama terbaik dan medali pemain pembantu terbaik. Selain “Para Karaen” ia juga menulis drama “Datuk Museng” dan “Maipa Deapati”, “Karaeing Bontowala”, “Kerikil-kerikil”, “Arung Palakka”, dan “Manusia-manusia Palapa”. ANDI MARIOWAO, seorang Aristokrat Bugis Soppeng-Bone, Diwarisi dari Ayah A.Mochtar Baso Pasangean dan Ibu A.Bau Patimang akrab dipanggil Utta lahir di Takkalala Soppeng 17 Agustus 1940 dan mengecap pendidikan di UI Thn.1975. Kiprahnya di lembaga kesenian sebagai ketua BKKNI (1997-2003) ketua PARFI SULSEL, Ketua Yayasan Ajuara dan Direktur Gedung Kesenian Societeit De Harmonie sekarang. Karya-karya sinema dan sinetronnya antara lain “Kunang-kunang”, “Tengah Malam”, “Teror di Sulawesi Selatan”, “Penyelesaian di Ujung Badik”, “Romusa” sampai “Jangan Renggut Cintaku” kepemimpinannya juga merammbah ke dunia Jurnalistik, sebagai pimpinan SKU G. Merdeka, penanggungjawab SKM Bina dan sekarang sebagai pimpinan umum SKU Pesan Nasional. Yang terakhir ada YUDHISTIRA SUKATANYA, Yang bernama Asli Eddy Thamrin lahir di Bandung 17 Desember 1956. Menyelesaikan pendidikan S1 Pada Jurusan Study Pembangunan Fakultas Ekonomi UNHAS. Sejak Tahun 1986 bekerja di RRI Nusantara IV Makassar. Salah seorang pendiri sanggar Merah Putih Makassar ini menulis sejumlah naskah drama antara lain “Sang Messias” 1984, “To’Do’Puli” 1984, dan “Sang Penguasa”. Selain menulis naskah drama ia juga membuat puisi dan cerpen, scenario sinatron untuk TVRI Makassar dan TVRI Pusat dan sandiwara Radio. Dari seluruh penulis drama di buku ini rata-rata usia mereka jika dihitung dari sekarang sudah memiliki pengalaman yang banya. Dilihat dari profil penulis, mereka nampangknya cukup popular di masanya. Para pulis ini juga memiliki banyak prestasi dan menjadi bagian penting dalam kesenian dan kebudayaan Indonesia. Mereka juga memiliki banyak pengalaman dalam menulis. Karana itu para penulis drama ini meuliskan sebuah drama yang berasal dari daerahnya sendiri yaitu Sulawesi lebih tepatnya di Makassar dan suku Bugis. Para penulis hebat ini menceritakan kepada para pembacamengenain kehebatan dan keindahan Makassar akan budayanya. Mereka menginformasikan kita bawa di Makassar banyak sejarah yang amat hebat.
Penulis barharap agar naskah drama bisa memperkaya dunia sastra-drama/teater itu sendiri, tetapi juga meraaikan nozaik nilai-nilai kehidupan masyarakat dalam perayaan penemuan jati diri di tengah pergaulan hidup yang semakin global. Dewasa ini orang-orang yang hobi menulis lebih sering menulis novel, kiat, cerpen, puisi dan lainnya. Namun jarang sekali penulis menuliskan sebuah naskah drama, jadi buku yang berisikan tentang naskah drama agak sulit ditemukan. Dalam buku “Lima Naskah Drama Pilihan” ini perlu di resensi. Karena buku ini mengajarkan kita bagaiman bentuk sebuah naskah drama, dan dapat menarik minat menulis naskah drama, agar naskahdram dapat berkembang. Tidaklah mudah menulis naskah drama, Karena saat menulis perlu dipirkan pula tentang keterkaitan antara waktu, tokoh yang terlibat dan suasana yang berlangsung. Berbicara tentang buku pasti memiliki kelebihan dan kekurang masing-masing. Kelebihan buku Lima Naskah Drama pilihan jika dilihat dari cover terlihat simple dan tidak terlalu ribet dari tulisan judul buku dan judul dramanya sudah terlihat bahwa buku ini berisi drama yang menceritakan tentang zan dulu atau sejarah. Terlihat pula dari judul dramanya berasal dari Sulawesi. Perpaduan antara warna merah dan hitam membuat buku terlihat simple. Kelebihannya dari Bentuk tulisan atau hurufnya pula membantu kita dalam membedakan bagian tokoh yang sedang dilakukan dan bagian tokoh yang sedang berbicara. Tokoh yang sedang melakukan kegiatan menggunakan huruf capital sama seperti bagian narasinya. Dan nama tokoh menggunakan capital serta bold. Lalu kita dapat membaca dialog tokoh yang diketik biasa tanpa menggunakan huruf capital. Secara penulisan Buku ini memenuhi criteria naskah drama karna di dalamnya disebutkan jika ada perubahan dialog atau aktifitas dan apa saja yang di perlukan saat sedang dialog atau tidak. Misalnya saat adegan satu suasana di tengah laut dituliskan di buku adanya lagu tentang laut. Kemudian kelemahannya banyak kata yang baku dan jarang di gunakan sehingga terkadang saya tidak mengerti apa yang dimaksud penulis, lalu nama tokohnya yang susah di ingat membuat saya bingung dengan ceritanya. Kemudian yang terakhir adalah dramanya tidak sesuai dengan zaman sekarang, namun jika dipentaskan bertema sejarah ini cocok untuk di pentaskan.
Judul Buku : Lima Naskah Drama Pilihan
Judul Drama :
I TOLOK (pengarang Rahman Arge)
SAMINDARA (pengarang Asar Paturusi)
PARA KARAENG (pengarang Fahmi Syariff)
LA DOMAI – ITENRIAWANI ( pengarang A.M Mochtar)
TO’DO’PULI(pengarang Yoshistira SKT)
Penerbit :Dewan Kesenian Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin
Tahun Terbit : Agustus 2003 (cetakan pertama)
Jumlah halaman : xii + 280 halaman
Ukuran Buku : 15 X 21 cm
Pencatak : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin
Kampus Unhas Tamalenrea, Jl. Perintis Kemerdekaan , Telp. & Fax. 0411-586101 Makassar E-mail: lephas@indosat.net.id
Desain sampul : Basuki Hariyanto & Mulyawan Ghalib
Buku ini menceritakan tentang sebuah drama yang berasal dari Makassar terutama dalam Suku Bugis. Drama-drama yang di tulis menceritakan kehidupan masalalu di Makassar. Misalnya Drama “I TOLOK” menceritakan tentang keberanian seseorang bernama I Tolok yang melawan penjajah Belanda yang datang ke Makassar. Lalu tentang “SAMINDARA”, drama ini menceritakan sebuah kerajaan yang sedang dilanda musibah dan harus menyingkirkan 2 anak kembar dari raja dan ratu agar musibah itu berhenti dan mereka terhindar dari penyakit. Namun mereka berdua di asingkan ke tempat yang berbeda hingga bertahun-tahun.
Kemudian tentang “PARA KARAENG” drama ini berkisah tentang pertarungan kekuasaan dikerajaan kembar di Gowa-Tallo. Lalu kisah “LA DOMAI – ITENRIAWANI” tentang sebuah 2 kerajaan yang akan menjodohkan anaknya untuk menyelamatkan kerajaan. Namun sang putri menolak perjodohan itu, karena ia sudah menyukai sesorang. Namun pangeran tetap memaksa puti untuk menikah dengannya. Akhirnya pangeran bertarung dengan pujaan hati sang putri dan lelaki yang dicinta oleh putri meninggal, lalu sang putrid memutuskan untuk bunuh diri. Drama “TO’DO’PULI” menceritakan tentang para elaut dari dua kerajaan yang memperebutkan wilayahnya untuk menghidupi dan memjukan kerajaan.
Dari kisah-kisah tersebut berisi tentang kehidupan maslalu di Makassar. Disana terlihat bahwa dramanya sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang. Selain itu drama tersebut memiliki bahasa-bahasa yang indah penuh dengan kiasan.
Buku ini jika di kisahkan dalam sebuah penampilan drama akan masuk dalam genre sejarah. Namun dalam buku ini memiliki syair-syair zaman dulu berasal dari Makassar tentunya, juga memiliki lagu-lagu dari Makassar.
Adapun penulis penulis daram di buku ini antaralain Rahman Arge, Asar Paturusi, Fahmi Syariff, A.M Mochtar dan Yoshistira SKT, mar kita bahas satu persatu latar belakang penulis. RAHMAN ARGE , lahir di Makassar,17 Juli 1935. Pernah menjadi ketua Persatuan wartawan Indonesia (PWI) Sulsel, Dewan Kesenian Makassar (DKM), Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Sulsel, dan Persatuan Ertis Film Indonesia (Parfi) sulsel. Mantan anggita Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel dan Dewan perwkilan Daerahh (DPR) Pusat ini aktifmenulis puisi, cerpen,esai,kiritik film dan naskah drama. Puisi-puisinya antaralain terhimpun dalam “ Ulat Bosnia” dan “Jalanan Tiga Orang”. Cerpenya “ langkah-langkah dalam gerimis” difilmkan dalam judul “ Jangan Renggut cintaku” yang juga ikut dibintanginya dan kemudian mengahilkan Piala Citra untuknya sebagai Pemeran Pembantu Pria Terbaik dalam festival Film Kompas, Sinar Harapan< fajar< dan Pedoman Rakyat. Naskah dramanya antara lain “ Pembenci Matahari”, “opa”, “Kenduri” “sang Mandor” , “Somba Opu”, dan “I Tolok”. Kemudian ANDI SOFYAN PATRUSURI yang dikenal dengan nama Aspar Patrusuri, lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 10 April 1943. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda pada Fakultas Sastra Universetas Hasanuddin. Kini tinggal di Jakarta serta aktif bermain sinetron dan film . pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Makassar (DKM) , Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Pusat, dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Naskah dramanya pertama kali dipentaskan tahun 1959. Sejak itu karya-karyanya brupa puisi, esai dan naskah drama/teater terus lahir. Pada mas awal karyanya banyak dipublikasikan oleh RRI Makassar, Surat Kabar Mimbar Indonesia, Sinar Harapan, Kompas dan pedoman Rakyat. Aspar juga menulis novel, yaitu “Arus” (pemenang saimbara penulisan romanDKJ1976), “pulau” (1976), “ Kampung ai Epn” (cerita anak-anak,1977),”Hlangnya Sayap si Tikus”. Buku puisinya antara lain “ Sukma Laut “. Naskah dramanya antara lain “ perahu Nuh II”, “JIhadunnafsi”, dan “Duta Perdamaian”. Naskah drama “Samindara” adalah pemenang saembara penulisan naskah drama. Lalu FAHMI SYARIFF Dilahirkan 23 Mei 1947 di Ponre, Gantarang, Bulukumba. Kini ketua II DKM dan Dosen di Fakultas Sastra UNHAS. pertama kali menulis drama “Dendam dan Korban” sebuah tragedy bersimbah darah, karena tidak pernah diajak main oleh gurunya saat di SMA (1964-1967). Belajar teater di ISNM (Ikatan Seniman Budyawan Muhammadiyah) Bulukumba, di Latamausandi. Dan di teeter makasar. Dalam festifal teter menerima piala calon pemain utama terbaik dan medali pemain pembantu terbaik. Selain “Para Karaen” ia juga menulis drama “Datuk Museng” dan “Maipa Deapati”, “Karaeing Bontowala”, “Kerikil-kerikil”, “Arung Palakka”, dan “Manusia-manusia Palapa”. ANDI MARIOWAO, seorang Aristokrat Bugis Soppeng-Bone, Diwarisi dari Ayah A.Mochtar Baso Pasangean dan Ibu A.Bau Patimang akrab dipanggil Utta lahir di Takkalala Soppeng 17 Agustus 1940 dan mengecap pendidikan di UI Thn.1975. Kiprahnya di lembaga kesenian sebagai ketua BKKNI (1997-2003) ketua PARFI SULSEL, Ketua Yayasan Ajuara dan Direktur Gedung Kesenian Societeit De Harmonie sekarang. Karya-karya sinema dan sinetronnya antara lain “Kunang-kunang”, “Tengah Malam”, “Teror di Sulawesi Selatan”, “Penyelesaian di Ujung Badik”, “Romusa” sampai “Jangan Renggut Cintaku” kepemimpinannya juga merammbah ke dunia Jurnalistik, sebagai pimpinan SKU G. Merdeka, penanggungjawab SKM Bina dan sekarang sebagai pimpinan umum SKU Pesan Nasional. Yang terakhir ada YUDHISTIRA SUKATANYA, Yang bernama Asli Eddy Thamrin lahir di Bandung 17 Desember 1956. Menyelesaikan pendidikan S1 Pada Jurusan Study Pembangunan Fakultas Ekonomi UNHAS. Sejak Tahun 1986 bekerja di RRI Nusantara IV Makassar. Salah seorang pendiri sanggar Merah Putih Makassar ini menulis sejumlah naskah drama antara lain “Sang Messias” 1984, “To’Do’Puli” 1984, dan “Sang Penguasa”. Selain menulis naskah drama ia juga membuat puisi dan cerpen, scenario sinatron untuk TVRI Makassar dan TVRI Pusat dan sandiwara Radio. Dari seluruh penulis drama di buku ini rata-rata usia mereka jika dihitung dari sekarang sudah memiliki pengalaman yang banya. Dilihat dari profil penulis, mereka nampangknya cukup popular di masanya. Para pulis ini juga memiliki banyak prestasi dan menjadi bagian penting dalam kesenian dan kebudayaan Indonesia. Mereka juga memiliki banyak pengalaman dalam menulis. Karana itu para penulis drama ini meuliskan sebuah drama yang berasal dari daerahnya sendiri yaitu Sulawesi lebih tepatnya di Makassar dan suku Bugis. Para penulis hebat ini menceritakan kepada para pembacamengenain kehebatan dan keindahan Makassar akan budayanya. Mereka menginformasikan kita bawa di Makassar banyak sejarah yang amat hebat.
Penulis barharap agar naskah drama bisa memperkaya dunia sastra-drama/teater itu sendiri, tetapi juga meraaikan nozaik nilai-nilai kehidupan masyarakat dalam perayaan penemuan jati diri di tengah pergaulan hidup yang semakin global. Dewasa ini orang-orang yang hobi menulis lebih sering menulis novel, kiat, cerpen, puisi dan lainnya. Namun jarang sekali penulis menuliskan sebuah naskah drama, jadi buku yang berisikan tentang naskah drama agak sulit ditemukan. Dalam buku “Lima Naskah Drama Pilihan” ini perlu di resensi. Karena buku ini mengajarkan kita bagaiman bentuk sebuah naskah drama, dan dapat menarik minat menulis naskah drama, agar naskahdram dapat berkembang. Tidaklah mudah menulis naskah drama, Karena saat menulis perlu dipirkan pula tentang keterkaitan antara waktu, tokoh yang terlibat dan suasana yang berlangsung. Berbicara tentang buku pasti memiliki kelebihan dan kekurang masing-masing. Kelebihan buku Lima Naskah Drama pilihan jika dilihat dari cover terlihat simple dan tidak terlalu ribet dari tulisan judul buku dan judul dramanya sudah terlihat bahwa buku ini berisi drama yang menceritakan tentang zan dulu atau sejarah. Terlihat pula dari judul dramanya berasal dari Sulawesi. Perpaduan antara warna merah dan hitam membuat buku terlihat simple. Kelebihannya dari Bentuk tulisan atau hurufnya pula membantu kita dalam membedakan bagian tokoh yang sedang dilakukan dan bagian tokoh yang sedang berbicara. Tokoh yang sedang melakukan kegiatan menggunakan huruf capital sama seperti bagian narasinya. Dan nama tokoh menggunakan capital serta bold. Lalu kita dapat membaca dialog tokoh yang diketik biasa tanpa menggunakan huruf capital. Secara penulisan Buku ini memenuhi criteria naskah drama karna di dalamnya disebutkan jika ada perubahan dialog atau aktifitas dan apa saja yang di perlukan saat sedang dialog atau tidak. Misalnya saat adegan satu suasana di tengah laut dituliskan di buku adanya lagu tentang laut. Kemudian kelemahannya banyak kata yang baku dan jarang di gunakan sehingga terkadang saya tidak mengerti apa yang dimaksud penulis, lalu nama tokohnya yang susah di ingat membuat saya bingung dengan ceritanya. Kemudian yang terakhir adalah dramanya tidak sesuai dengan zaman sekarang, namun jika dipentaskan bertema sejarah ini cocok untuk di pentaskan.
Komentar
Posting Komentar